Belajar jadi Ibu Profesional di MIP#3

Pertama kali mendengar ada yang namanya Institut Ibu Profesional, saya sangat excited. Apalagi tau siapa di balik pendirinya, Ibu Septi Peni Wulandani. Bagi pengamat dunia parenting pasti tau beliau, seorang Ibu luar biasa dari 3 anak yang luar biasa pula. Beliau mampu mendidik ketiga buah hatinya dengan sangat baik dan memaksimalkan potensi yang ada pada diri mereka. Mendengar adanya IIP ini bagaikan dreams come true bagi saya. Inilah yang saya cari-cari selama ini. Semenjak menjadi istri dan kemudian seorang ibu baru, saya menjadi haus akan ilmu dunia parenting. Saya mulai mencari informasi tentang dunia parenting dari berbagai sumber. Namun ternyata kenyataan di lapangan terkadang tak selalu mudah untuk diterapkan. Sama seperti ibu-ibu pada umumnya, saya pun melewati hari-hari yang diwarnai tawa, keringat, dan air mata selama menjadi istri dan ibu. Karena saya merasa masih banyak kekurangan di diri ini, ketika bertemu dengan IIP saya merasa seperti menemukan oase sebagai tempat untuk memenuhi kehausan akan ilmu. Semoga saya bisa konsisten mengikuti materi-materi yang ada dan mengerjakan tugas-tugasnya, sehingga nantinya saya bisa menjadi istri dan ibu yang lebih baik bagi suami dan anak saya.

Materi pertama di MIP#3 cukup menohok..tentang Adab menuntut ilmu. Cukup menohok karena isinya sesuai dengan yang selalu disampaikan oleh suami berulang-ulang. Suami selalu bilang, urutan dalam mencari ilmu itu adalah adab, ilmu, baru amal. Mantapkan dulu adabnya, baru siap menerima ilmu. Akan sangat berbeda orang yang menyampaikan ilmu antara yang beradab dan yang tidak. Orang yang tidak beradab akan cenderung merasa dirinya paling benar dan merendahkan orang lain yang tidak sepaham dengan mereka. Dan jangan sekali-kali menyampaikan suatu ilmu yang kita tidak menguasai ilmu itu sepenuhnya, karena dikhawatirkan dapat terjadi salah persepsi. Itu yang suami saya selalu bilang. Sangat sesuai dengan materi yang saya dapat kemarin.

Setelah diberikan materi, selanjutnya Nice Homework (NHW) pun diberikan. Berkaitan dengan materinya, NHW#1 kali ini meminta kita untuk melakukan perenungan cukup dalam dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

  • Tentukan satu jurusan ilmu yang akan Anda tekuni di universitas kehidupan ini

Cukup menghabiskan waktu agak lama untuk memikirkan jawabannya. Berkali-kali saya merenung, apa yang kira-kira “saya banget”. Sempat beberapa hal muncul sebagai jawabannya. Sebetulnya banyak bidang yang saya minati, hanya saja saya tidak pernah berusaha menekuni bidang2 tersebut sehingga saya sendiri tidak yakin apakah bidang2 tersebut merupakan passion saya atau hanya sekedar minat saja. Tapi setelah menikah dan memiliki anak, timbul keinginan kuat bahwa saya ingin sekali menjadi wanita terbaik bagi keluarga saya, sehingga saya ingin sekali bisa menguasai ilmu keluarga.

  • Alasan terkuat apa yang anda miliki sehingga ingin menekuni ilmu tersebut

Dalam universitas kehidupan ini, saya memainkan beberapa peran sekaligus, sebagai istri, ibu, anak, saudara, dokter, dan manusia biasa. Waktu saya selama 24 jam sehari terbagi dua antara pekerjaan dan keluarga. Ingin rasanya saya hanya fokus mengurusi keluarga saja, tapi sebagai seorang dokter saya juga memiliki kewajiban untuk mengamalkan ilmu saya untuk kebermanfaatan orang banyak. Namun demikian, saya tidak begitu berambisi dalam mengejar karir saya sebagai seorang dokter, karena bagi saya keluarga jauh lebih penting. Oleh karenanya jika ada ilmu yang saya ingin tekuni ke depannya, itu adalah ilmu tentang keluarga karena bersama keluarga lah kita akan menghabiskan sisa usia kita. Ilmu tentang kesehatan sudah saya pelajari di bangku kuliah, kini saatnya saya fokus untuk belajar bagaimana menjadi seorang istri yang baik sekaligus menjadi ibu yang baik demi mengejar mimpi tertinggi, surga Allah SWT. Walaupun sejujurnya masih ada keinginan untuk memperdalam ilmu kedokteran saya, terutama di bidang gizi anak, tapi niat itu saya simpan dulu untuk jangka panjang, sementara ini saya ingin fokus mempelajari ilmu tentang keluarga dulu.

  • Bagaimana strategi menuntut ilmu yang akan anda rencanakan di bidang tersebut?

Ilmu tentunya tidak akan datang jika tidak dicari. Sekarang banyak sumber ilmu yang beredar, baik itu dari buku, internet, seminar, dll. Walaupun kembali lagi ke materi kita, jangan mudah percaya pada suatu bacaan jika kita belum pastikan/yakinkan bahwa itu berasal dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Berkaitan dengan manajemen waktu ini, strategi yang akan saya lakukan di antaranya:

 Meminta kepada Sang Pemilik segala Ilmu, Allah SWT. Karena tanpa izin dan ridhonya, ke manapun kita mencari ilmu, tidak akan mendapat hasil yang diharapkan.

 Banyak membaca buku mengenai parenting, manajrmen rumah tangga, psikologi rumah tangga, dsb. Bukan hanya sekedar teori saja, tapi juga pengalaman dan kisah sukses orang lain yang berhasil menjadi seorang ibu dan istri yang hebat.

 Komunikasi dengan suami harus lebih intensif. Menyusun strategi bersama. Mencari jalan keluar bersama. Karena bagaimanapun kami akan menjalami hidup ini bersama-sama

 Sering sharing dengan orang yang lain, bertukar pengalaman dan cerita. Mencontoh yang baik dan ambil sebagai pelajaran yang kurang baiknya

 Mengikuti majelis-majelis ilmu tentang manajemen keluarga, termasuk di IIP ini…hehe. Karena seperti yang susah saya katakan sebelumnya, saya menemukan apa yang ingin saya cari di sini.

  • Berkaitan dengan adab menuntut ilmu, perubahan sikap apa yang anda perbaiki dalam proses mencari ilmu tersebut

 Kosongkan gelas…jangan menyisakan satu tetes pun. Sifat saya yang terkadang sok tau dan sering ngeyel bisa menghambatku dalam menerima ilmu

 Kuatkan tekad untuk belajar. Pelajaran ini membutuhkan waktu sepanjang hayat, oleh karenanya dibutuhkan tekad yang benar-benar kuat agar tidak berhenti di tengah jalan.

 Jauhkan sifat malas. Ini penyakit yang paling berbahaya yang bisa menghambat seseorang untuk maju. Saya sendiri masih sering berkutat membebaskan diri dari belenggu kemalasan ini dan masih sering kalah.

Membuat NHW#1 ini jadi seperti pengingat akan kekurangan diri kita sendiri, tujuan kita sesungguhnya apa, dan bagaimana bisa mengubah kekurangan tersebut agar tujuan kita bisa tercapai. Semoga ini tidak hanya sekedar menjadi tulisan yang akan dilupakan, tapi menjadi titik awal menuju perubahan. Aamiin.

After All these Years

It’s been more than 4 years ago since the last time I wrote here. Banyak momen yang terjadi dalam kurun waktu tersebut yang sebetulnya sangat sayang jika dilewatkan begitu saja tanpa didokumentasikan lewat tulisan. Apalagi alasannya jika bukan karena motivasi menulis yang kurang. Aku akui, semenjak lulus S1, motivasi menulis menjadi jauh berkurang. Rasanya sulit sekali untuk memulai menuliskan barang sepatah dua patah kata. Masalah klise yang sama, sulit untuk memulai. Ditambah lagi dengan seiring berjalannya waktu, jika kemampuan menulis tidak terus menerus diasah, layaknya pisau, akan menumpul dengan sendirinya. Akhirnya, ketika momen “ingin” menulis itu datang, sering kali jadi stuck sendiri karena kesulitan untuk merangkai kata.

Many things happened during those four years. Tahun 2013 aku berhasil menyelesaikan pendidikan dokterku yang cukup panjang melalui sebuah sumpah dokter. Prosesnya Alhamdulillah lancar tanpa ada halangan yang berarti. Masa-masa Koass aku jalani dengan enjoy walaupun melelahkan. Aku mendapatkan banyak pengalaman dan teman baru di kerasnya tembok rumah sakit. Banyak pemandangan yang kusaksikan di sana, beberapa di antaranya membuatku berpikir seribu kali untuk melanjutkan sekolah spesialis. Sempat gagal ta’aruf juga..hehe..maklum pengalaman pertama. Anyway, masa2 koass itu memang indah untuk dikenang, tapi tidak untuk diulang..hehe.

Setelah resmi menyandang gelar dr. di depan nama, aku diwajibkan untuk internship selama 1 tahun sebagai syarat mendapatkan STR (surat tanda registrasi). Waktu itu kami semua ditempatkan di berbagai daerah di Jawa Barat, melalui kocokan. Aku yang awalnya kebagian di Majalaya memutuskan tukeran jadi Depok demi bisa berkumpul dan seru2an bareng the gengs (baca:vita dan alma). Sekalian berpetualang juga, masa di Bandung2 terus..hehe. Dan keputusan untuk tukeran itu pun sama sekali tidak kusesali, justru aku bersyukur bisa ditempatkan di Depok. Kembali mengenal daerah baru, budaya baru, dan teman2 baru. Dan berhubung Depok dekat dengan dengan Jakarta, kesempatan untuk ngebolang di Jakarta pun tak kusia2kan. keliling2 Jakarta pake busway, ketipu naik bajaj, sempit2an naik KRL, jalan2 ke pulau Pari, sampai nekad ke PRJ tanpa megang uang cash dan akhirnya pulang hanya menyisakan 500 perak..haha. Depok pun kini menjadi salah satu kota yang kurindukan.

Ketika masa internship ini aku sempat mencoba ta’aruf untuk yang kedua kalinya dan gagal untuk yang kedua kalinya pula. Tapi memang jodoh tak bisa ditebak darimana datangnya, sekalipun aku sudah mencoba untuk minta dicarikan ke teteh mentor atau teman, eh..malah datangnya dari saudara sendiri. Mendekati akhir tahun 2014, bulan November kalau tidak salah, sepupuku mengenalkan temannya padaku. Tanpa melalui proses panjang, saat itu kita hanya tukeran CV, aku konsultasi ke orangtua, dengan istikharah dulu, akhirnya aku setuju untuk dipertemukan. Pertemuan pertama kita hanya ngobrol2 ringan, tapi dari situ kami berdua memiliki gambaran tentang masing2 dan memutuskan untuk lanjut. Awalnya aku ingin mempersingkat prosesnya supaya langsung kenalan ke orangtua, tapi papa minta jangan buru2..coba kenal lebih dekat lagi. Well…terjadilah satu kali pertemuan lagi sebelum akhirnya ia kukenalkan ke orang tua. Alhamdulillah tanggapan orangtua cukup baik, dan dari situ mulai obrolan serius yang menjurus2..hehe. Beberapa kali calon suami datang ke rumah saat aku masih di Depok maupun saat aku di rumah..yaa..pendekatan lagi lah. Akhirnya pertemuan kedua keluarga terjadi di bulan Juni (atau Juli yah..?). Kami pun setuju hari besar itu akan dilaksanakan di bulan November.

Selesai internship bulan mei, aku sempat jaga di klinik2 dekat rumah sebelum akhirnya ada tawaran untuk bantu di penelitian gizi FK Unpad. Saat proses menunggu itu pula aku ikut seleksi CPNS daerah.

And D-Day has arrived…We became one after a simple akad sentence. Simple but contains deep meanings. Setelah mempersiapkan beberapa waktu sebelumnya, kami pun terbang ke Bali untuk honeymoon…hehe.

Alhamdulillah..tak menunggu lama, Allah menitipkan sesosok janin mungil di rahimku. We were so excited back then. Berita gembira itu juga dibarengi dengan berita kelulusanku diterima menjadi CPNS..alhamdulillah. Akhir bulan Maret, jalanku di rumah sakit pun dimulai. Meski di awal sempat denial karena kecewa tidak masuk puskemas. Anyway, bulan2 pertamaku jaga di RS ditemani dengan bayi mungil di perut. Sampai akhirnya, setelah melalui proses penantian panjang yang melelahkan, lahirlah sesosok bayi perempuan mungil ke dunia ini. Bayi mungil menggemaskan yang sangat mirip ayahnya ini mengisi hari2 kami sebagai orangtua baru. Seyum, tawa, tangis, keringat mewarnai hari2 kami. Bagaimana kami berusaha memberikannya ASI ekslusif di tengah kesibukanku yang masih harus jaga di RS. Bagaimana setelahnya kami berkomitmen untuk memberikan MPASI hommade walaupun itu cukup menguras tenaga dan waktu. Sebagai orangtua baru, kami masih jauh dari sempurna, perjalanan kami pun masih panjang. Tapi yang jelas kehadiran anak kami benar2 membuat hari2 jadi penuh warna. I Love you my little girl.

Kini aku masih berkutat di rumah sakit, menunggu kesempatan di mana aku bisa mengembangkan passionku. Sejak Juli 2016, aku menjalani LDM (long distance marriage) dengan suamiku, berhubung ia harus mengikuti program research selama 1 tahun di Polandia. Aku berharap waktu bisa cepat berlalu sehingga kita bertiga bisa berkumpul kembali. Amin.